TEMPO.CO, Jakarta - Macetnya jalanan Ibu Kota menyebabkan Cantika Abigail stres. Tak mau buang waktu, personil grup vokal Gamaliel Audrey Cantika (GAC) ini pilih naik ojek. Baginya, ojek adalah alternatif transportasi yang cukup ideal--meski pengalaman pertamanya naik ojek jadi mimpi buruknya. "Gue ditembak (ongkosnya) bayar Rp 100 ribu," ujarnya Kamis lalu.
Belum lagi jika apes dapat tukang ojek yang mengemudikan motor ugal-ugalan. Salip kanan, salip kiri. Namun apa boleh buat, ia terkadang tetap butuh ojek. Cantika berujar, kegalauannya berakhir ketika ia mendapat informasi mengenai aplikasi Go-jek dari sang adik.
Baca Juga:
Go-jek adalah layanan transportasi berbasis aplikasi yang rilis awal tahun ini. Layanan Go-jek sendiri sebenarnya sudah lama hadir di Jakarta pada 2011--tapi baru menawarkan layanan order ojek lewat telepon, Whatsapp, BBM, dan Y!M. "Iseng-iseng unduh aplikasi Go-jek, eh jadi ketagihan," kata penyanyi berusia 21 tahun ini.
Ketagihan Cantika beralasan. Dengan Go-jek, ia tidak perlu repot menawar ongkos dan kena tembak lagi. Karena sistem tarifnya kurang lebih seperti taksi, yaitu berdasarkan jarak tempuh. "Misalnya dari rumah gue di daerah Pulo Mas ke Kelapa Gading, itu lebih murah dibanding naik taksi atau ojek konvensional," kata Cantika yang membayar Rp 25 ribu.
Bukan cuma memesan ojek yang lagi ramai. Orang juga banyak memanggil taksi atau mobil sewaan melalui aplikasi. Yugo Pratama, misalnya, seorang manajer pemasaran sebuah restoran yang berbasis di Jakarta. Ia sering menggunakan UberX untuk pulang setelah bekerja sampai larut malam di kantor.
"Saya menggunakan Uber, tapi sering juga GrabTaxi," ujarnya Rabu lalu. Yugo mengaku tidak khawatir dengan keamanan jasa transportasi aplikasi ini, karena merasa posisinya bisa terlacak operator pada setiap titik waktu dan tempat melalui global positioning system.